Kamis, 15 Desember 2011

Etika Pariwisata

Peranan Etika Dan Perilaku Etis
Dalam Bisnis Perhotelan

Oleh
I Ketut Bagiastra
(Dosen PNS dpk di Akpar Mataram)
Abstrak: Etika bukanlah semata-mata aturan hidup secara praktis, bukan pula yang didasarkan kepada adat kebiasaan, namun etika adalah perilaku jiwa yang baik yang menuntun kepada kebahagiaan dan kebenaran. Dalam pengambilan keputusan etis, banyak faktor yang terlibat, seperti kebebasan, suara hati, realitas manusia (baru), kewajiban, peraturan, manfaat bagi sebagian besar orang, kitab suci, dan situasi. Etika merupakan salah satu hal terpenting yang harus dimiliki setiap karyawan atau staf hotel yang berperan penting dalam menunjang operasional sebuah hotel. Dengan adanya etika yang tertanam di lubuk hati setiap staf maupun pelaku bisnis hotel maka mereka semua akan lebih merasa bertanggung jawab dan memperhatikan setiap kekurangan yang mereka perbuat sehingga para staf maupun pelaku bisnis hotel akan berusaha mengurangi kegagalannya serta akan berfikir dua kali bila para staf maupun pelaku bisnis hotel akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Melalui konsep etika, dalam diri masing-masing personal, dipastikan sudah mengerti dengan jelas apakah yang dimaksud dengan etika dan etika sosial politik mereka sehari-hari. Prinsip-prinsip etika harus dilaksanakan menurut apa yang sudah ditetapkan oleh pihak hotel itu sendiri. Jadi setelah para staf serta pelaku bisnis hotel mempelajari dan mengerti tentang konsep etika alangkah baiknya bila staf hotel tersebut juga memahami dan mempelajari prinsip-prinsip apa saja yang telah ditetapkan oleh pihak hotel serta berusaha untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam melakukan atau menyelesaikan tugas dan kewajibannya selama bekerja di hotel. Untuk tahap yang sangat penting ini para staf maupun pelaku hotel harus benar-benar dapat bekerja sesuai kode etik yang telah ditetapkan dalam sebuah hotel .namun dari diri masing-masing staf pasti memiliki sesuatu kekurangan yang mungkin sudah bawaan sejak lahir tapi alangkah baiknya etika dalam dunia bisnis perhotelan tersebut dapat dilakukan sedini mungkin yang dapat dilakukan mulai dari niat para staf itu sendiri untuk mau mempelajari dan menerapkan dalam kehidupannya.
Kata kunci: Etika, Perilaku Etis, dan Bisnis Perhotelan

A. Pedahuluan
Adat kebiasaan sangatlah banyak jumlahnya, sebanyak suku bangsa dan umumnya diterima begitu saja oleh para penganutnya terutama dikalangan para tradisionalis. Banyak pengamat sosial melihat adat sebagai perekat yang mengikat diantara sesama anggota masyarakat. Ini dapat terjadi karena di dalam adat terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang dianggap baik atau sakral. Kebanyakan dari kita tak pernah meninggalkan budaya keluarga dan kita membawanya dalam diri kita sepanjang hidup, dalam hubungan sosial dan hubungan akrab kita. Kita juga terbenam dalam budaya yang lebih luas, yaitu budaya dari beragam kelompok yang kita menjadi bagian darinya, termasuk budaya nasional dan etnis, juga budaya tempat kerja. (Danah Zohar dan Ian Marshall, 2005). Adat menjadi dihormati dan diikuti tanpa banyak bertanya. Sebagai filsafat moral, etika juga menarik perhatian banyak filosof, semenjak jaman Yunani kuno sampai sekarang. Mereka melihat pentingnya etika bagi kelangsungan kehidupan umat manusia melalui manfaatnya bagi pengembangan kepribadian dan potensi seseorang individu maupun keadilan didalam hubungan diantara sesama manusia. Tulisan dari filosof Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles memperlihatkan kepada kita bahwa etika bukanlah semata-mata aturan hidup secara praktis, bukan pula yang didasarkan kepada adat kebiasaan. Menurut mereka etika adalah perilaku jiwa yang baik yang menuntun kepada kebahagiaan dan kebenaran. Keterbatasan pengetahuan mereka mengenai jiwa manusia itu sendiri tidak menghalangi mereka untuk menjelaskan konsepnya mengenai etika.
Pertanyaan-pertanyaan seputar moralitas suatu perbuatan menyangkut urusan ETIKA. Pertanyaan-pertanyaan itu bukan tanpa jawaban. Dalam pengambilan keputusan etis, banyak faktor yang terlibat, seperti kebebasan, suara hati, realitas manusia (baru), kewajiban, peraturan, manfaat bagi sebagian besar orang, kitab suci, dan situasi. Karena banyaknya jawaban, sering orang bingung mana yang benar. Tambahan, ada jawaban yang bertentangan dengan jawaban lain. Lalu jawaban mana yang harus dituruti?
Pertimbangan mana yang harus diikuti? Orang tua, guru, adat, teman, agama, atau negara?. Disini diharapkan peran kritis etika dalam memeriksa pandangan-pandangan moral yang berlaku, termasuk mempertanyakannya. Dengan demikian etika seperti sebuah peta perjalanan yang menolong orang menemukan orientasi di mana ia sekarang berada dan ke mana ia harus melangkah lewat keputusan yang akan diambilnya.
Etika tidak berurusan dengan sembarang keputusan tetapi keputusan yang terkait diri seorang sebagai makhluk bermoral. Etika berurusan dengan norma moral. Pelaksanaan norma itu membuat seseorang dinilai bermoral atau tidak. Menurut Burhanuddin Salam (1997) mengatakan bahwa, etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sedangkan menurut Magnis Suseno (1987) etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa etika melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut, sedangkan yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sebagai cabang filsafat etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nalai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral itu.
Pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa non migas terbesar di Indonesia. Dalam kegiatannya, pariwisata melibatkan banyak komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti: jasa pelayanan wisata, social, ekonomi, budaya, politik, keamanan, dan lingkungan. Aktivitas pariwisata secara tidak langsung melibatkan kehidupan social baik itu masyarakat sebagai pengunjung (visitor) dan wisatawan (tourist) maupun penyedia objek pariwisata dan penerima wisatawan. Hubungan social masyarakat ini sangat berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan. Semakin erat dan harmonis hubungan antara wisatawan dengan masyarakat penerima di daerah tujuan wisatawan, maka semakin cepat perkembangan pariwisatanya. Dengan kegiatan ini masyarakat dapat berinteraksi dan bertransaksi dalam berbagai hal antara satu dengan yang lainnya sehingga terjalin hubungan yang sinergis dan saling menguntungkan antara wisatawan dan penerima wisatawan yang dapat meningkatkan perumbuhan ekonomi dan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Masyarakat penerima wisatawan dapat terlibat secara langsung dan aktif dalam dunia pariwisata misalnya sebagai karyawan sementara atau tetap di industri penyedia jasa pelayanan pariwisata seperti: biro perjalanan wisata (travel agency), hotel, villa, bungalow, restoran, transportasi dan lain sebagainya.
Karakter utama atau ciri khas pariwisata adalah perjalanan (travel) dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan tersebut belum tentu dengan tujuan menginap, tetapi dilakukan untuk tujuan bersenang-senang, mencari hiburan, dan berkreasi. Perjalanan wisata tersebut akan mengakibatkan daerah tujuan wisata baik masyarakat maupun lingkungan terlibat secara langsung yang biasanya meningkatkan produktifitas dan pendapatan masyarakat local (host community).
Pariwisata adalah suatu ilmu yang memiliki dan memenuhi karakteristik sebagai suatu ilmu. Dalam kaitannya dengan pariwisata sebagai ilmu, dapat pula dilihat dari dua sudut pandang objek yaitu:sudut pandang terhadap sesuatu (objek formal) dan subtansi material (objek material). Kajian ilmu pariwisata dapat dipandang dari materinya yaitu wisatawan dan objek wisata. Kedua objek dari pariwisata ini berkaitan dan berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Secara lengkap dapat digambarkan bahwa ilmu pariwisata terdiri dari empat objek yaitu:wisatawan, objek wisata, pelayanan wisata, dan interaksi antara wisatawan dengan lingkungan objek wisata. Interaksi antara wisatawan, objek wisata dan pelayanan merupakan objek prima dari ilmu pariwisata.
Interaksi antara wisatawan dengan objek wisata yang merupakan objek forma dari ilmu pariwisata dapat dikaji lebih lanjut dengan lingkup kajian motif dan perilaku seperti: mengapa wisatawan mengunjungi objek wisata tersebut?, apa yang memotifasi wiasatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut?, dan apa yang dapat dilakukan di objek wisata tersebut?.Ini menandakan ilmu pariwisata harus meminjam pengetahuan ilmiah lain seperti ilmu psikologi atau ilmu-ilmu lain yang terkait dengan pembahasan tentang perilaku wisatawan tersebut diatas. Sedangkan objek wisata yang merupakan objek materi dari ilmu pariwisata ternyata juga melibatkan disiplin ilmu lainnya seperti: ekonomi, manajemen, pemasaran, geografi, konstruksi dan lain-lain. Uraian singkat diatas menguatkan bahwa pariwisata adalah ilmu. Ilmu kepariwisataan merupakan salah satu cabang dari ilmu-ilmu social yang bersifat deskriftif (descriptive), teoritis (theoretical), dan praktis (practical) yang mempelajari tentang gejala dan kaitan secara menyeluruh tentang motivasi berwisata, perjalanan wisatawan, dan interaksi-interaksinya yang berdampak pada kehidupan social, ekonomi, dan budaya masyarakat serta etika yang berkembang dalam ruang lingkup pariwisata.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dunia pariwisata merupakan salah satu asset terbesar di Indonesia yang dapat memajukan atau mengembangkan perekonomian Indonesia. Tapi jika kita melihat kemerosotan Indonesia dalam segala bidang jika dibandingkan dengan negara lain, sepertinya ada salah satu faktor yang mendasari akibat kemerosotan Indonesia dalam segala hal, faktor tersebut adalah kurangnya pendalaman etika pada setiap diri manusia. Dalam pembahasan berikut, penulis ingin mengajak para pembaca untuk mengerti dan mempelajari terlebih dahulu tentang dasar-dasar etika. Dasar-dasar etika yang dimaksud adalah (1) konsep etika, (2) prinsip-prinsip etika; dan (3) etika dalam dunia bisnis perhotelan.
Pertama, konsep etika ini menjelaskan tentang apa yang menjadi pengertian dasar dari etika itu sendiri, selain itu juga memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Etik Sosial. Kedua, Prinsip-prinsip etika. Dalam pembahasan prinsip-prinsip etika ini, penulis ingin membahas prinsip-prinsip apa saja yang harus dimengerti dan dipelajari sebelum kita sebagai pelaku bisnis dalam menjalankan suatu operasional hotel dengan baik sehingga memberi image yang baik kepada tamu atau konsumen. Ketiga, Etika dalam dunia bisnis perhotelan. Etika dalam dunia bisnis perhotelan ini dibahas dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum meningkat mutu dan kemampuan tenaga kerja atau karyawan yang ada dalam sebuah hotel.
B. Konsep Etika
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. (Burhanuddin Salam, 1997). Lebih lanjut dijelaskan bahwa etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan mewujudkan dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Adalah Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).(Depateman Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka) Menurut Magnis Suseno (dalam Burhanuddin Salam, 1997:1) etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai.
Jadi etika adalah sebuah repleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Etika merupakan perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Antara etika dan moral keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan ke mana kita harus melangkah dalam hidup ini. Etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintah oleh moralitas (oleh nenek moyang, orangtua, guru), melainkan karena ia sendiri sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu. Atau, kalau ia akhirnya bertindak tidak sebagaimana yang diperintahkan oleh moralitas, orang itu bertindak tidak sesuai dengan moralitas bukan karena ikut-ikutan atau sekedar mau lain, melainkan karena punya alasan rasional untuk itu. Ia bertindak berdasarkan pertimbangan bahwa hal itu, walaupun bertentangan dengan moralitas, adalah baik baginya dan bagi masyarakt karena lasan-alasan yang rasional.
Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena meamang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu.
Maka kebebasan dan tanggung jawab adalah kondisi dasar bagi pengambilan keputusan dan tindakan yang etis, dengan suara hati memainkan peran yang sangat sentral.
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain; (ii) Etika Sosial adalah hal yang membahas tentang kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesame manusia, masyarakat, Bangsa dan Negara; (iii) Etika Sosial Politik adalah Bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut system tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu, seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban- kewajiban yang harus dipatuhi. Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yaitu: (i) Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity); (ii) Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality); (iii) Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness); dan (iv) Mempehitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing hams and benefits).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah: (i) Pengendalian diri; (ii) Pengembangan tanggung jawab social (Social responbility); (iii) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi; (iv) Menciptakan persaingan yang kuat; (v) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”; (vi) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, Komisi); (vii) Mampu menyatakan yang benar itu benar; (viii) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan pengusaha ke bawah; (ix) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama; (x) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati; (xi) Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Dalam kegiatannya, pariwisata melibatkan banyak komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti; jasa pelayanan pariwisata, social, ekonomi, budaya, politik, keamanan dan lingkungan. Aktivitas pariwisata secara tidak langsung melibatkan kehidupan social baik itu masyarakat sebagai pengunjung (visitor) dan wisatawan (tourist) maupun penyedia obyek pariwisata dan penerima wisatawan. Munculnya pariwisata tidak terlepas dari adanya dorongan naluri manusia yang selalu ingin mengetahui dan mencari hal-hal yang baru, bagus, menarik, mengagumkan, dan menantang. Sehingga orang-orang yang ingin mencari ha-hal tersebut diatas biasanya melakukan suatu perjalanan ke luar daerah atau keluar dari kebiasaannya sehari-hari dalam kurun waktu tertentu. Karakter utama atau ciri khas kegiatan pariwisata dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perjalanan tersebut tidak dengan tujuan menetap, tetapi dilakukan untuk tujuan bersenang-senang, mencarai hiburan, dan berekresi. Perjalanan wisata tersebut akan mengakibatkan daerah tujuan wisata baik masyarakat maupun lingkungan terlibat secara langsung yang biasanya meningkatakan produktifitas dan pendapatan masyarakat local (host community).
C. Prinsip-Prinsip Etika
Etika berasal dari bahasan Yunani Kuno yaitu “Ethos”. Istilah etika bila ditinjau dari aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kristis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih kuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam profesi perhotelan lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan.
Etika memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu dipahami yaitu: menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity), menghormati privasi dan kerahasiaan subyek (respect for privacy and confidentiality), keadilan dan inklutivisitas (respect for justice and inclusiveness), dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbuilkan (balancing hams and benefits). Prinsip pertama perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya operasional serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan operasional (autonomy).
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia adalah: mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari: (1) penjelasan manfaat operasional, (2) penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan, (3) penjelasan manfaat yang didapatkan, (4) persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja, dan (5) jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Prinsip kedua, setiap manusai memiliki hak-hak dasar individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya orang lain tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, maka harus dilakukuan secara jujur, hati-hati, professional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan factor-faktor ketepatan, keseksamaan, intimitas, psikologi serta perasaan religius subyek. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi, dan pilihan bebas masyarakat.
Prinsip keempat, melaksanakan operasional sesuai dengan prosedur operasional guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek operasional dan dapat dijeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Operasional memaksimalkan dampak yang merugikan bagi subyek (non maleficence). Apabila intervensi operasional berpotensi mengakibatkan cedera atau stress tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan operasional untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stress, maupun kematian subyek operasional.

D. Etika Dalam Dunia Bisnis Perhotelan
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan perhotelan yang seimbang, selaras dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etik didalam bisnis perhotelan sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa?
Dunia bisnis, tidak ada yang menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak pada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis perhotelan tadi tidak akan pernah bisa terwujud. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam bisnis perhotelan yang menjamin adanya kepedulian anatara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis perhotelan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah: (i) pengendalian diri; (ii) pengembangan tanggung jawab; (iii) memiliki sikap; (iv) Persaingan yang sehat; (v) pengembangan berkelanjutan; (vi) menghindari 5 K; (vii) menyatakan kebenaran; (viii) Konsekwen; (ix) kesadaran rasa memiliki; (x) patuh pada perundangan yang berlaku. Pertama, Pengendalian diri. Para pelaku bisnis perhotelan dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis perhotelan itu sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis perhotelan, tetapi penggunaanya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”. Kedua, Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (social responbility). Pelaku bisnis perhotelan disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis perhotelan untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis perhotelan dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis perhotelan harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tangguing jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Ketiga, Memiliki sikap (Mempertahankan Jati Diri Dan Tidak Mudah Untuk Terombang-ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Teknologi). Bukan berarti etika bisnis perhotelan anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
Keempat, Menciptakan Persaingan Yang Sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perhotelan perlu untuk menghasilkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaiknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis perhotelan besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis perhotelan tersebut. Kelima, Menerapkan Konsep “Perkembangan Berkelanjutan”. Dunia bisnis perhotelan seharusnya tidak memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis perhotelan dituntut tidak meng-“eksploitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar. Keenam, Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi). Jika pelaku bisnis perhotelan sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi, dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara. Ketujuh, Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar. Artinya, kalau pelaku bisnis perhotelan itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
Kedelapan, menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah. Untuk menciptakan kondisi bisnis perhotelan yang “Kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis. Kesembilan, konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama. Semua konsep etika bisnis perhotelan yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tesebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis perhotelan telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis perhotelan itu akan “gugur” satu demi satu.
Kesepupuluh, menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbinis. Kesebelas, perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis perhotelan tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis perhotelan yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis perhotelan serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2010 dapat diatasi.

1. Etika Di Bidang Perhotelan Bagian Front Office
Berikut ini, diuraikan sejumlah contoh etika dibagian Front Office perhotelan antara lain: (i) etika menyambut tamu; (ii) etika berkomunikasi menerima telepon; (iii) etika pelayanan; dan (iv) etika koordinasi yang baik dengan departement lain. Pertama, etika menyambut tamu antara lain dilakukan dengan: (i) Sambut dan berikan respons kepada tamu secepatnya; (ii) Jika memungkinkan sapa tamu dengan menyebut namanya; (iii) Lakukan kontak mata dan tunjukkan ekspresi yang positif, senyum dan sapa para tamu dengan ramah dan sopan; (iv) Perlakukan semua tamu sebagai individu-individu; (v) Segera beri perhatian pada tamu; (vi) tunjukkan kepada tamu bahwa mereka adalah orang penting; (vii) Perhatikan barang-barang bawahan mereka; dan (viii) Arahkan tamu ke tempat registrasi.
Kedua, etika berkomunikasi menerima dan mengangkat telepon antara lain: (i) Menyebutkan salam; (ii) Menyebutkan tempat dimana kita bekerja; (ii) Menyebutkan nama (Dengan arinda disini); (iii) Menawarkan jasa (dapat dibantu); (iv) Mengucapkan kalimat yang jelas; (v) Bicara dengan jelas dan ringkas (hindari penggunaan jargon, pastikan lawan bicara paham dengan maksud anda, rencanakan tujuan panggilan, kontak yang tepat, siapkan informasi); (vi) Sopan (jangan mengangkat telepon dalam keadaan marah, sopan dalam bertutur kata, peka dengan nada suara lawan bicara, tersenyum, jangan berbicara sambil makan/merokok); (vii) Kendalikan Pembicaraan; (viii) Bicaralah dengan satu orang saja.
Ketiga, etika pelayanan yang baik dilakukan dengan (i) Dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap tamu yang bermacam sifat dan golongan serta bahasa dengan tidak membedakan pelayanan; dan (ii) Dapat menghindarkan kegagalan tugas pada setiap keinginan pribadinya sendiri. Keempat, etika koordinasi yang baik dengan departement lain diantaranya: (i) Dapat mengikuti prosedur kerja dengan baik serta mentaati aturan yang telah ditetapkan oleh pimpinannya maupun perusahaan; dan (ii) Mempunyai kerjasama yang baik dengan rekan sekerja/petugas di bagian lain dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan yang baik.
2. Etika Para Personal Hotel
Etika para personel hotel yang perlu diperhatikan adalah (i) etika kepribadian; (ii) etika berpakaian seragam (Uniform); dan (iii) etika kebersihan badan/penampilan.
Pertama, etika kepribadian yang dilakukan antara lain: (i) kejujuran; (ii) kedisiplinan; (iii) dapat bekerja sama; (iv) “mampu menjual”. Kedua, etika berpakaian seragam (uniform) terdiri dari: (i) Jaga kebersihan dan kerapian pakaian seragam; (ii) Gunakan sepatu standart department, kaos kaki warna gelap untuk pria dan stocking warana kulit untuk wanita; (iii) Hanya diperbolehkan memakai jam tangan dan cicin kawin saja, khusus wanita boleh memakai anting sederhana; (iv) Persiapkan kelengkapan kerja seperti name tag, pena, dan buku catatan sebelum bekerja. Ketiga, etika kebersihan badan/penampilan antara lain: (i) Mandi dan sikat gigi secara teratur; (ii) Kuku harus pendek, jangan gunakan cat kuku; (iii) Untuk pria rambut harus pendek, rapi, tidak berjenggot, tidak berjambang, dan tidak berkumis; (iv) Untuk wanita rambut panjang diikat dan disisir rapi; (v) Warna rambut tidak boleh dicat/diwarnai. Keempat, etika perilaku/ kebiasaan antara lain: (i) Sopan dan ramah khususnya pada tamu; (ii) Gunakan bahasa yang baik; (iii) Cobalah mengingat kesenangan dari tamu (makanan, minuman, atau tempat duduk); (iv) Jangan menelantarkan tamu dan memperbaiki ucapan tamu; (v) Dilarang bersiul, mengunyah, merokok, bersandar, bergurau, dan berdiri berkelompok membicarakan masalah pribadi; dan (vi) Matikan handphone saat bekerja.
3. Etika Mengundang Tamu Ke Hotel
Pada bagian ini diuraikan tentang (i) etika saat bertamu, dan (ii) etika bagi para tamu. Pertama, etika saat mengundang tamu hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini (i) Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq; (ii) Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir; (iii) Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk membahagiakan teman-teman/sahabat; (iv) Tidak memaksakan diri untuk mengundang tamu; (v) Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan; (vi) Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kehadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah; (vii) Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya; (viii) Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hidangan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan; (ix) Mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
Adapun etika bagi para tamu antara lain adalah: (i) Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat; (ii) Hendaknya tidak membedakan undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang fakir merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya; (iii) Jangan tidak hadir sekalipun sedang berpuasa; (iv) Jangan terlalu lama menunggu disaat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap; (v) Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu; (vi) Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan rumah; (vii) Hendaknya mendoakan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya.
E. Penutup
1. Simpulan
Etika merupakan salah satu hal terpenting yang harus dimiliki setiap karyawan atau staf hotel yang berperan penting dalam menunjang operasional sebuah hotel. Dengan adanya etika yang tertanam di lubuk hati setiap staf maupun pelaku bisnis hotel maka mereka semua akan lebih merasa bertanggung jawab dan memperhatikan setiap kekurangan yang mereka perbuat sehingga para staf maupun pelaku bisnis hotel akan berusaha mengurangi kegagalannya serta akan berfikir dua kali bila para staf maupun pelaku bisnis hotel akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Penerapan etika yang dilakukan dalam sebuah hotel meliputi tahapan sebagai berikut: (i) konsep etika; (ii) prinsip-prinsip etika; (iii) etika dalam dunia bisnis perhotelan.
Melalui konsep etika, dalam diri masing-masing personal, dipastikan sudah mengerti dengan jelas apakah yang dimaksud dengan etika dan etika sosial politik mereka sehari-hari. Prinsip-prinsip etika harus dilaksanakan menurut apa yang sudah ditetapkan oleh pihak hotel itu sendiri. Jadi setelah para staf serta pelaku bisnis hotel mempelajari dan mengerti tentang konsep etika alangkah baiknya bila staf hotel tersebut juga memahami dan mempelajari prinsip-prinsip apa saja yang telah ditetapkan oleh pihak hotel serta berusaha untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam melakukan atau menyelesaikan tugas dan kewajibannya selama bekerja di hotel. Untuk tahap yang sangat penting ini para staf maupun pelaku hotel harus benar-benar dapat bekerja sesuai kode etik yang telah ditetapkan dalam sebuah hotel .namun dari diri masing-masing staf pasti memiliki sesuatu kekirangan yang mungkin sudah bawaan sejak lahir tapi alangkah baiknya etika dalam dunia bisnis perhotelan tersebut dapat dilakukan sedini mungkin yang dapat dilakukan mulai dari niat para staf itu sendiri untuk mau mempelajari dan menerapkan dalam kehidupannya misalnya seperti pengendalian diri sendiri untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dalam bentuk apapun, selain itu juga para staf maupun pelaku bisnis hotel mampu menghindari sifat 5K (Katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi). Jika para staf dan pelaku bisnis hotel mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, mapulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis hotel ataupun berbagai kasus yang mencemari nama baik bangsa dan negara.
2.Saran
Masalah yang sering timbul atau muncul seputar penerapan Etika adalah kurangnya pemahaman yang mendasar tentang Etika pada diri masing-masing personal staf maupun pelaku bisnis hotel. Jika ini terjadi dalam pelaksanaan operasional suatu hotel maka seharusnya sebelum para calon pekerja hotel diluluskan dalam sebuah penyeleksian masuknya para personel baru seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebuah test dimana dalam test tersebut dapat menilai seberapa jauhkah penerapan etikanya. Kurangnya penerapan etika dalam diri masing-masing personal dapat mengancam reputasi dan kejayaan dari hotel tersebut alasannya karena bila salah satu atau lebih personal melakukan suatu kesalahan akibat kurangnya penerapan etika dalam dirinya pasti akan membuat para tamu menjadi komplain bahkan membawa dampak yang buruk bagi hotel contohnya seperti menyebar luaskan kesalahan dari salah satu staf tersebut walaupun kesalahannya hanya sedikit. Oleh sebab itu, tanamkan sejak dini etika dalam diri kita masing-masing sebelum kita melakukan kesalahan akibat kurangnya etika dalam diri kita yang dapat merugikan orang lain.
Kepustakaan
K. Bertens. 2002. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bondan Palestin. Wednesday, October 18, 2006. Prinsip-Prinsip Etika.
Ritha F. Dalimunthe . Etika Bisnis .
I Nengah Subadra,S,S,M.Par . Welcome To Bali Tourism Watch : Pariwisata Sebagai Ilmu dan Profesi.
Berliner Morgenpost . Febuary 01, 2006 . Mata Pelajaran Etika, Haruslah Melatih “Kemampuan Beropini”.
June 16, 2006 . Belajar..Belajar..Belajar..::Etika Saat Bertamu
Agus Mariyadi . Etika Berkomunikasi Menerima Telepon.
Danah Zohar dan Ian Marshall. 2005. Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Magnis Suseno, Frans. 1987. Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kansius.
Salam Burhanuddin. 1997. Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Budiyanto. 2002. Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Burhanuddin Salam. 1997. Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Depateman Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Idianto M. Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sardiman A. M. 1987. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

4 komentar:

  1. Slots - The Best Casinos in Philadelphia (NJ)
    Best 포항 출장마사지 Casinos in 나주 출장샵 Philadelphia (NJ) 나주 출장안마 · Hollywood Casino at Charles Town Races (NJ). · The Orleans 전라북도 출장마사지 Hotel & Casino (PA) · 부산광역 출장안마 Liberty Harbor Casino (MI).

    BalasHapus